Elmi Sumarni Ismau, Pejuang Kesetaraan Hak Disabilitas (Foto : Instagram Elmi Sumarni Ismau) Menjadi penyandang disabilitas tak pernah ada dalam bayangan Elmi. Perempuan hebat kelahiran Kupang 32 tahun silam ini. Namun kecelakaan berat yang dialaminya di tahun 2010 mengharuskannya menjalani amputasi dan kehilangan kedua kakinya. Kenyataan pahit yang mampu meluluhlantakkan semua mimpi, termasuk mimpi Elmi Sumarni Ismau. Enggan terpuruk terlalu lama, Elmi yang selalu memiliki karakter ceria dan optimis, dengan dukungan orang-orang terdekatnya mulai menjalani takdirnya dengan lapang dada. Penerimaan diri ini membuatnya lebih siap untuk menjalani hari-hari dengan lebih baik. Siap merajut mimpi-mimpi menjadi manusia yang lebih baik dan menginspirasi. Meski menjadi penyandang disabilitas, pada mulanya Elmi masih merasa asing dengan isu disabilitas. Ketertarikannya akan isu seputar disabilitas muncul sejak ia menjalani masa-masa kuliah. Kesenjangan hak yang dialami teman-teman disabilitas
Anjani Sekar Arum, melestarikan budaya melalui batik (Foto : Instagram anjanigaleribatik) I ndonesia kaya akan khasanah budaya dan warisan leluhur. Salah satunya adalah seni membatik. Batik sendiri merupakan seni dua dimensi yang lahir sebagai wujud ekspresi dari kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Karenanya, wajar, bila batik setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai seorang penggiat seni atau seniman, Anjani Sekar Arum ingin mengangkat citra Batik Bantengan dan melestarikan budaya agar tak hilang digerus jaman. Bantengan sendiri merupakan salah satu budaya yang tumbuh sejak jaman Singasari, berupa seni olah tubuh pencak silat yang umumnya dipelajari masyarakat di sekitar lereng pegunungan Jawa, seperti Bromo, Tengger, Welirang, Arjuno, Anjasmoro, Kawirang, termasuk wilayah Batu. Di Batu, budaya Bantengan tumbuh subur di daerah Bumiaji. Adapun sosok yang terus menghidupkan budaya Bantengan di tengah-tengah masyarakat adalah Agus Tubrun, ayah dari Anjani Seka