Anjani Sekar Arum, melestarikan budaya melalui batik (Foto : Instagram anjanigaleribatik) I ndonesia kaya akan khasanah budaya dan warisan leluhur. Salah satunya adalah seni membatik. Batik sendiri merupakan seni dua dimensi yang lahir sebagai wujud ekspresi dari kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Karenanya, wajar, bila batik setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai seorang penggiat seni atau seniman, Anjani Sekar Arum ingin mengangkat citra Batik Bantengan dan melestarikan budaya agar tak hilang digerus jaman. Bantengan sendiri merupakan salah satu budaya yang tumbuh sejak jaman Singasari, berupa seni olah tubuh pencak silat yang umumnya dipelajari masyarakat di sekitar lereng pegunungan Jawa, seperti Bromo, Tengger, Welirang, Arjuno, Anjasmoro, Kawirang, termasuk wilayah Batu. Di Batu, budaya Bantengan tumbuh subur di daerah Bumiaji. Adapun sosok yang terus menghidupkan budaya Bantengan di tengah-tengah masyarakat adalah Agus Tubrun, ayah dari Anjani Seka
Bidan Hardinisa Syamitri, Hadirkan senyum di wajah lansia (Foto : IG Hardinisa S) Kebayang nggak sih menjadi bidan di lokasi terpencil? Lokasi yang tak terjangkau listrik, apatah lagi sinyal telekomunikasi. Uwuw. Pastinya berasa di dunia lain kan ya... hehehe. Akan tetapi, itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh Bidan Hardinisa Syamitri. Sebagai ASN, tentu saja ia tak bisa menolak saat di tempatkan di kampung kecil, hanya diisi sekitar 500 jiwa saja. Lokasi itu tepatnya bernama desa Jorong Luak Benga, Talang Anau, Kecamatan Gunung Omeh, Sumatra Barat dan itu tentunya menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Bidan Icha, demikian nama panggilannya. Wajar saja jika kehadirannya pertama kali, tahun 2006 silam, mengalami penolakan dari masyarakat setempat yang tidak mengenal tenaga medis. Mereka hanya percaya pada dukun. Serta mengandalkan dukun beranak untuk membantu proses melahirkan. Namun perempuan kelahiran 2 Mei 1984 itu tidak patah semangat. Ia memaklumi kondisi masyaraka