|
Manfaat internet saat merawat anak DBD di rumah (Foto : Fixabay)
|
Bulan Maret lalu
menjadi bulan yang tak terlupakan. Sampai saat ini, mengingatnya saja sudah
membuat saya merinding dan bersyukur, bahwa masa-masa ‘mengerikan’ itu-- dengan
pertolongan Allah-- akhirnya bisa kami lewati. Alhamdulillah...
Saat itu perumahan kami
dan perumahan lain di sekitar, tengah
mengalami wabah demam berdarah. Hampir setiap rumah yang memiliki anak,
terserang demam. Jika tidak typhus, hampir dipastikan hasil diagnosis berdasarkan cek darah, terkena wabah demam
berdarah yang dibawa oleh nyamuk Aedes Agaepty Dengue.
Tidak pernah ada
kejadian seperti ini sebelumnya. Tidak pernah juga terlintas dalam pikiran
saya, bahwa anak-anak saya akan mengalami serangan nyamuk ini. Bukan hanya
satu-dua orang saja, melainkan 5 anak sekaligus, kecuali si kecil yang lolos
dari virus ini karena pertolongan Allah semata, meski tak urung suhu tubuhnya
selalu di atas 38 derajat celcius selama 2 pekan.
Melihat kondisi Zidna,
yang sudah berhari-hari demam, lemas dan bibir pecah-pecah saya ingin segera
membawanya ke rumah sakit, sesuai dengan instruksi dokter saat mengetahui hasil
cek darah. Dokter menekankan bahayanya jika membiarkan anak tetap di rumah
dengan jumlah trombosit yang turun drastis. Hanya sekitar 100 rb saja hasil cek
darah saat itu.
Namun, berbeda dengan
keinginan saya, suami menolak keras membawa anak ke rumah sakit. Alasannya, yang
sakit tidak hanya satu anak, melainkan semua anak. Bagaimana mungkin keenam
anak yang sedang demam tinggi dibawa ke rumah sakit? Siapa yang menjaga mereka
di rumah sakit, jika di rumah sakit mereka dapat ruangan yang terpisah? Bagaimana
jika ada yang harus dirawat dan ada yang cukup dirawat di rumah?
Ini bukan hanya masalah
biaya saja, melainkan juga masalah tenaga. Sesanggup apa kami menjalani
aktivitas antara rumah dan rumah sakit. Antara memenuhi kebutuhan yang masih
sehat dan mendampingi anak-anak di rumah sakit.
Kami berdebat sengit
kala itu, meski akhirnya saya mengikuti keinginan suami untuk merawat semua
anak di rumah saja. Tentu dengan pembagian kerja yang jelas, bahwa yang
bertanggung jawab merawat semua anak yang sakit adalah suami. Sementara saya
cukup membantu sebisanya dan memastikan persediaan logistik, dari makanan
hingga obat-obatan terpenuhi.
Keputusan yang diambil
suami saya tentu bukan keputusan yang main-main, terlalu berani. Taruhannya
adalah nyawa. Kami sudah merasakan luka mendalam ditinggalkan seorang anak, dan
itu meninggalkan trauma. Kali ini, sungguh tak ingin ada lagi yang pergi
meninggalkan kami.
Keputusan itu bukan
tidak berdasar, suami bersikeras memutuskan setelah membaca banyak informasi di
internet tentang penangan DBD. Juga dengan memanfaatkan konsultasi medis secara online dengan aplikasi kesehatan via internet. Untuk kondisi tertentu, kita bisa meminta kunjungan dokter dengan bantuan aplikasi kesehatan. Jadi manfaat internet
saat merawat anak DBD betul-betul membantu kami melewati masa-masa kritis. Begitu juga informasi dari teman-teman
yang berbagi tips merawat anak DBD di rumah. |
Aplikasi kesehatan untuk pendampingan dan konsultasi online (Foto :Alodoc)
|
Alhamdulillah dengan
berbagi peran yang jelas (suami saya terpaksa cuti 10 hari, dan 24 jam nonstop
mendampingi anak-anak di rumah), saling dukung dengan pasangan, juga suport
dari keluarga dan teman-teman baik berupa materi dan doa, masa-masa sulit itu
akhirnya berhasil kami lewati. Tiga pekan yang mendebarkan.
Oya, berikut ini tips
yang kami lakukan saat merawat anak DBD di rumah.
Tips Merawat Anak DBD
di rumah :
1.
Jangan panik
Jika
kondisi tidak memungkinkan merawat anak di rumah sakit, hal pertama yang harus
kita lakukan adalah tetap tenang dan tidak panik. Serangan panik akan membuat
kita tidak bisa fokus mencari informasi dan membantu anak melewati masa
kritisnya dengan baik.
2.
Sediakan turun panas dan cek suhu tubuh secara berkala
|
Pengecekan suhu secara berkala untuk mengetahui kondisi anak (Foto: Fixabay)
|
Serangan
DBD akan membuat anak mengalami demam tinggi, tak jarang akan membuat anak
meracau. Ceklah suhu tubuh anak secara berkala, untuk mengetahui kondisi anak setiap saat (suami saya mencek dan mencatat perjam seluruh suhu tubuh anak).
Sediakan paracetamol yang cukup
di rumah untuk menurunkan suhu tubuh anak. Berikan 3-4 kali sehari untuk
membantu anak mengurangi efek demam. Kompres dengan air hangat bisa membantu
mengurangi demam pada anak.
Hindari
pemberian Ibuprofen yang bisa menimbulkan efek samping pada kesehatan lambung
anak. Waspadai juga masa-masa kritis anak (biasanya hari ke-5 sampai hari ke-7) saat suhu tubuh mendadak turun. Inilah yang disebut pelana kuda. Biasanya suhu tubuh akan kembali naik tinggi lalu perlahan turun menuju suhu normal.
3.
Pastikan asupan cairan dan makanan yang
cukup
Anak
yang terserang DBD umumnya malas makan dan minum, maka kita wajib memastikan
ada makanan dan cairan yang cukup. Jika perlu dengan memaksa anak untuk tetap
makan dan minum, meski sedikit namun sering itu lebih baik daripada tidak sama
sekali.
Berilah
makanan yang lembut, seperti bubur, bubur susu atau biskuit. Pastikan anak
untuk menghabiskan setidaknya 2 liter cairan per hari.
Kita
juga bisa memberikan jus jambu merah, larutan penyegar atau cairan pengganti
ion tubuh untuk menghindari dehidrasi pada anak.
|
Madu, salah satu herbal yang sangat dianjurkan untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak(Foto : Fixabay)
|
4.
Sediakan herbal yang cukup
Banyak
cara meningkatkan daya tahan tubuh dan jumlah trombosit. Selain jus jambu merah,
rebusan daun jambu, rebusan daun ubi, kita juga bisa memberikan anak madu
murni, madu angkak, sarikurma, vermin (obat cacing) dan propolis.
Pilihlah
yang paling disukai anak, dan berikan sesering mungkin.
5.
Jangan biarkan anak melakukan aktivitas berlebihan
Anak
DBD akan merasakan tubuh yang lemas, sehingga rentan sekali terjatuh. Bila anak
jatuh, maka kondisinya akan membahayakan karena memicu pecahnya saluran darah,
terutama di bagian vital. Untuk menghindari hal itu, maka anak wajib menjalani bedrest.
Untuk
menghindari kebosanan dan jenuh, kami membebaskan anak-anak untuk melakukan
kegiatan yang mereka sukai, asal tetap berada di tempat tidur. Selain mewarnai,
biasanya anak-anak memilih menonton film.
|
IndiHome Interaktif TV bisa jadi pilihan untuk menghindari rasa bosan anak (Foto : IndiHome, Telkom Indonesia)
|
Memiliki
TV Interaktif (UseeTV) sebagai salah satu produk IndiHome, sangat membantu
menghilangkan kejenuhan anak-anak. Menonton tayangan menarik membuat anak lupa
akan rasa sakit dan rasa bosan karena berada di tempat tidur saja. Maka jangan
heran jika IndiHome, sebagai Internetnya Indonesia, menjadi pilihan para
orangtua untuk menemani berbagai aktivitas
di rumah.
|
Banyak film menarik untuk anak di UseeTV (Foto : IndiHome, Telkom Indonesia)
|
6. Dampingi anak selama menjalani masa
kritis hingga pemulihan
Mendampingi
anak 24 jam selama sakit akan membuat anak merasa disayangi dan diperhatikan,
hal ini sangat membantu menaikkan imunitas anak hingga bisa melewati masa kritis dan masa
pemulihan.
Namun
hal ini hanya bisa dilakukan dengan adanya kerja sama yang baik antara ayah dan
ibu, juga seluruh anggota keluarga. Juga doa yang tak henti dipanjatkan pada
Sang Khaliq, Allah Ta’ala.
Demikian pengalaman
kami merawat anak-anak saat DBD di rumah. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tetap semangat melakukan aktivitas tanpa batas bersama Telkom Indonesia.