Tampilkan postingan dengan label Karya Media. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Karya Media. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Maret 2021

GADO-GADO FEMINA, N0.49. 13-19 DES 2014 : Jangan Mau Kalah

Interaksi dengan anak-anak kerap menimbulkan sensasi sejuta rasa. Seperti permen nano-nano. Semua rasa berkumpul menjadi satu dalam sebentuk hati yang tak pernah bisa membenci. Tersebab, mereka-lah buah hati bagi kedua orangtuanya.










Jangan Mau Kalah

Oleh Liza P Arjanto

“Jangan mau kalah sama anak-anak.”  Demikian pesan ibuku dulu. Jangan mau kalah ini dalam prakteknya adalah jangan pernah takluk pada kebandelan anak. Jangan pernah menyerah pada tangisan anak. Dan seringkali diakhiri dengan ultimatum sebagai wujud hukuman.
Di antara semua anakku yang berjumlah enam orang, anak keduaku-lah yang paling sering menuai hukuman. Sayangnya, hukuman demi hukuman yang dijalaninya dengan konsekuen seringkali tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan.

GADO-GADO Femina Ed. November 2015 : DRAMA

 Tidak semua hal buruk betul-betul buruk adanya. Ada kalanya, dari hal-hal buruk yang kita temui dalam kehidupan, berbuah manis.
Seperti cerita berikut...





Mendadak Drama

Oleh : Liza P Arjanto

            “Pertempuran dimulai...” Kalimatku langsung disambut pekik semangat  anak-anakku. Sebentar saja rumah sudah berubah menjadi ajang pertempuran yang penuh derai tawa. “Kekacauan” ini akan berlangsung beberapa menit saja     
Tak selalu aku mensetting ruang tamuku sebagai ajang pertempuran. Kadang kala aku akan membiarkan mereka memukul sembarang benda sebagai alat musik. Kadang-kadang juga aku menyuruh anak-anak lomba nyanyi. Atau paling tidak, aku akan menyetel suara TV dan musik keras-keras.
            Alasannya sederhana, agar anak-anakku tidak mendengar suara-suara mengganggu yang berasal dari sebelah rumahku.

GADO-GADO Femina Ed. April 2015 : Hidungku Mampet, Bu

Anak-anak selalu penuh kejutan. Kadang kita bisa menebak laku  mereka, namun, tak jarang kita terperangah dibuatnya.
Seperti pengalaman saya berikut...




Hidungku Mampet, Bu

Oleh : Liza P Arjanto

            Keluhan anak kerap menjadi hal yang paling menyebalkan. Terutama di saat kita tengah tanggung  mengerjakan suatu pekerjaan. Dan itulah yang dilakukan  Arsyad, anakku yang baru berusia 3 tahun.
            Aku tengah berjuang menyelesaikan tumpukan setrikaan yang menggunung--ah, menyetrika pakaian merupakan salah satu pekerjaan yang sebisa mungkin kuhindari. Namun karena aku tidak memiliki asisten rumah tangga, sejauh apapun aku menghindar, aku tetap harus berurusan dengan tumpukan baju-baju itu. Menyebalkan sekali.

Sabtu, 13 Maret 2021

KOMPAS ANAK : Rahasia Untuk Sisi

 




Rahasia Untuk Sisi

Oleh : Liza P Arjanto

Mata Sisi membulat. Ditatapnya wajah Rio yang tersenyum penuh rahasia. Ah, abangnya ini memang selalu menimbulkan rasa penasaran Sisi.
"Jadi, Kak Rio... kita mau kemana nih?" tanya Sisi tak sabar.
"Sisi sudah bawa barang-barang yang kakak minta?" Rio balik bertanya.
Sisi mengangguk seraya mengacungkan keranjang kecil yang sejak tadi dibawanya.
"Sisi sudah minta izin sama Bunda?" tanya Rio lagi.
Sisi kembali menganggukkan kepalanya. Tadi sebelum menyuruhnya mengambil keranjang, abangnya itu mengatakan, bahwa kali ini mereka akan berpetualang. Melakukan sesuatu yang istimewa untuk orang yang istimewa, begitu ujar abangnya.


SUARA MERDEKA, JUNIOR, MINGGU 13 APRIL 2014 : Pohon Belimbing Wuluh Rofa

 

Pohon Belimbing Wuluh Rofa
Oleh : Liza P Arjanto

           
             Sreek.... Sreeek... Sreeek. 
            Wajah Rofa bersungut-sungut. Ia sebal sekali. Tiap hari ia harus menyapu daun belimbing  yang rontok di halaman depan. Ia tak habis pikir, mengapa ibu menanam pohon belimbing. Bukankah ibu bisa menanam pohon palem atau tanaman hias lainnya yang tidak banyak merontokkan daun. Atau paling tidak ibu bisa menanam pohon mangga yang berbuah lebat seperti milik Angga. Bukankah rasanya akan lebih sedap bila memetik buah dari kebun sendiri?
            “ Wah, Rofa rajin sekali ya... Pagi-pagi sudah menyapu halaman.” Sebuah suara mengagetkan Rofa. “Eh, Rena... Ada apa?” Tanya Rofa sambil tersipu menerima pujian yang dilontarkan temannya itu. Rena adalah teman sekelasnya. Rumahnya tak jauh dari rumah Rofa. 

Percikan Majalah Gadis : Sepasang Mata Cokelat

 Ide ini mengendap selama 2 tahun. Selama itukah? Ya. Karena ide ini menarik, ide ini selalu menggeliat mencari bentuk. Hingga akhirnya muncullah sebagai sebuah Percikan yang dimuat di Majalah Gadis Edisi.13.

Selamat membaca....




Sepasang Mata Coklat

Oleh : Liza P Arjanto

            Sudah beberapa hari ini  sepasang mata coklat itu mengikuti Wina. Wina tahu betul, warna bola mata lelaki itu, karena ia pernah berpapasan dengannya tepat di depan gerbang. Sepasang mata yang bersinar ramah dan sebuah senyum yang mengembang sempurna ke arahnya. Meski merasa heran, Wina membalasnya dengan anggukan kepala kecil.
            Biasanya pemilik mata itu hanya mengikutinya dengan tatapan hangat. Namun kali ini,  pemilik mata itu  mengikuti langkahnya. Sungguh tak nyaman rasanya. Wina mempercepat ayunan langkah kakinya.

Cerpen Majalah Gadis : KARIN

 

 Inspirasi cerpen ini berasal dari cerita putri sulung saya, Karimna, tentang salah seorang temannya yang senang sekali berada di perpustakaan. Bukan untuk membaca. Tapi untuk menarik perhatian karyawan perpustakaan.
Lalu,
Sebuah kenangan. Tentang sepasang mata yang berbinar. Bukankah kenangan tak pernah mati?



KARIN

Oleh : Liza P Arjanto

            Karin menatap sahabatnya, Rara, dengan pandangan heran. Tidak biasanya Rara bersikap seaneh ini. Bayangkan saja, hampir setiap usai jam sekolah ia menolak langsung pulang sebagaimana biasanya. Ia malah memilih menghabiskan waktu berlama-lama di perpustakaan.
            Ini sungguh tak biasa. Sejak kapan anak itu tiba-tiba doyan membaca. Setahu Karin, Rara tidak suka membaca. Perpustakaan selalu menjadi tempat terakhir yang dikunjunginya. Itu pun  hanya bila ada tugas yang mengharuskannya mencari informasi di perpustakaan.
            “Rin, kamu pernah melihat karyawan perpustakaan yang baru?” tanya Rara.
            “Mas Didit?” Karin menjawab acuh.
            “Iiih, bukan ... Mas Didit  sih cuma bantu-bantu. “ Rara membisiki telinga Karin. Dan menyebutkan sebuah nama. “ Pernah liat orangnya?” tanya Rara kemudian. Melihat Karin menggeleng, Rara tersenyum puas. “Makanya, nanti pulang sekolah temenin aku ke perpustakaan.”

Cerpen Majalah Gadis : Miss Cenayang

 Beberapa teman mungkin mengenal hobi saya yang suka menebak-nebak karakter orang.  Hobi ini menyenangkan. Seru dan bisa membuat beberapa teman bertanya-tanya, benarkah saya seorang cenayang? Hahaha...

Hobi ini baru saya hentikan, ketika saya bergabung di grup Penulis Tangguh. Sebabnya tak lain dan tiada bukan, karena gurunya, Mbak Nurhayati ternyata "cenayang" yang sesungguhnya. Nah, untuk mengingat, bahwa saya pernah menjadi cenayang--- meski gadungan, cerpen ini pun saya buat.

Selamat menikmati....



Majalah Gadis, No. 31. 18-27 November 2014



MISS CENAYANG
Oleh Liza P Arjanto

Miss Cenayang. Julukan itu melekat pada Niar, persis seperti rambut ekor kuda yang selalu menempel di belakang kepalanya. Membuatnya tampak beda dengan kebanyakan teman-teman sekelasnya. Jujur saja, Niar tampak lebih manis dengan ekor kudanya, namun juga tampak berbeda.
Julukan itu bermula ketika ia secara iseng membaca tulisan milik Caca. Caca adalah  teman sekelasnya.  Selama ini Caca dikenal ramah di mata teman-temannya. Tak ada yang menduga bahwa ia mempunyai kepribadian yang tertutup dan sulit mempercayai orang lain. Dengan wajah terheran-heran, Caca membenarkan tebakan Niar.  

Cerpen Majalah Gadis : Sebiru Langit di Atas Tureloto

 Kisah ini terinspirasi oleh sosok pejuang Hipertensi Paru yang telah gugur di usia muda. Namun keceriaan dan semangat hidupnya tetap menyala di bilik-bilik kenangan para sahabat, sesama pejuang Hipertensi Paru.

Bahwa hidup tak layak untuk ditakuti, melainkan untuk diisi dengan memberi sebanyak-banyaknya  kebahagiaan bagi mereka, yang tercinta.





Sebiru Langit di Atas Tureloto
Oleh Liza P Arjanto

            Alisa memayungkan telapak tangannya tepat di garis alis matanya yang tebal. Ia menyesali keteledorannya tidak membawa topi. Rasa sesal yang segera saja sirna melihat nuansa biru yang berkilau-kilau di atas pantai Tureloto. Ia ingin sekali larut dalam kebiruan itu. Dan melupakan kesedihan yang dibawanya ke Tano Niha.
 

Cerpen Tabloid Nova : Turelo dan Sebuah Kisah

 

Cerpen di Tabloid Nova

Cerpen ini membawa saya ke Pulau Nias. Menikmati kebiruan langit di atas Pantai Turelo.
Bahwa Indonesia, sungguh teramat eksotis dan aku jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya. Pada negeri ini.



Turelo Dan Sebuah Kisah

Oleh Liza P Arjanto

            Hamparan batu karang terjal yang tersebar di sepanjang bibir pantai seolah benteng magis yang melindungi Turelo dari hempasan gelombang laut. Menciptakan kedamaian dalam birunya langit Tano Niha yang mencumbu laut tepat di garis horison. Kebiruan yang memesona. Runi larut di dalamnya.

Cerpen Majalah Femina Edisi 20 : Senja Di Kwatisore

 

Majalah Femina Edisi 20

Cerpen Pertamaku di Majalah Femina


Aku ingat, menuliskannya dengan hati  berdegup. Berulang kali kulirik selembar koran yang memuat informasi tentang Gurano Babintang. Membayangkan sebuah rumah yang didirikan di atas air laut. Untuk sebuah cinta. Dan senja pun turun berkilau. Aku terpaku.
 Selamat menikmati.




Senja Di Kwatisore

Oleh : Liza P Arjanto



            Reina memaku pandangannya ke arah punggung lelaki muda berkulit gelap nan tegap di hadapannya. Lelaki itu, Kai, seolah tenggelam dalam dunianya. Kedua tangannya bergerak cekatan memaku bilah-bilah papan pada tiang kayu besi yang menjadi rangka rumah.
            “Reina, rumah ini akan menjadi rumah yang luar biasa. “ Tiba-tiba Kai berkata. Mata hitamnya yang tajam menatap wajah Reina. Reina mengalihkan pandangannya. Tak mampu menatap mata Kai. Ia tak ingin melukai Kai. Tapi Kai tak mungkin didustai. Kai tahu segala hal  tentang Reina. Seperti ia mengetahui garis-garis yang menggurat telapak tangannya sendiri. Hanya satu hal yang Kai tidak tahu. Dan Reina ingin menyembunyikannya dari Kai.

Cerpen Majalah Femina Edisi 47 : Di Ujung Kemarau

 

Cerpen Majalah Femina Edisi 47 (21 Nov - 2 Des 2016)  




Ada kata-kata yang sedemikian tajam menghunjam. Hingga bilangan tahun tak juga mampu menguburnya. Kata-kata yang begitu gelisah dan penuh amarah. Maka, biarlah dendam itu mewujud dalam sebuah fiksi. Sahabat, selamat menikmati ....


Kisah Inspiratif Majalah Ummi : Anak Itu Hak Allah

 

Kisah Inspiratif - Nuansa Wanita Majalah Ummi Ed, November 2016

Tak ada rezeki yang salah mengetuk pintu. Tak juga salah arah menuju. Hanya kebodohan kita semata yang menutupi keindahan takdir yang telah tersurat untuk kita. Dan ketidaktahuan, membuat kita gagap dalam menjalani rencana-Nya.

Museum Geologi Bandung, Wisata Edukasi Murah Meriah

Museum Geologi Bandung, wisata edukasi murah meriah (dok.pri) Liburan  paling asyik jika diisi dengan acara jalan-jalan bareng keluarga. Ngg...