|
Anak usia sekolah ber-metaverse dengan virtual reality (Foto : Pixabay)
|
Sehebat apapun kita ingin menahan arus zaman, perubahan menjadi keniscayaan yang tak bisa kita hindari. Termasuk kehadiran meteverse dalam kehidupan kita.
Metaverse bukanlah hal baru dalam perkembangan
teknologi informasi. Meski kita baru familiar dengan istilah ini setelah Mark Zuckerberk mengubah Facebook menjadi Meta.
Metaverse
sendiri, menurut wikipedia, memiliki
arti meta semesta, ruang virtual yang dapat diciptakan dan dijelajahi dengan
pengguna lain tanpa bertemu di ruang yang sama.
Metaverse memungkinkan kita menjelajahi tempat-tempat
menakjubkan dengan menggunakan VR (Virtual Reality). Bayangkan, betapa
bahagianya anak-anak menyelam ke dalam lautan dan melihat aneka fauna dan biota
laut yang tak pernah mereka lihat sebelumnya dengan menggunakan alat VR.
Atau, mengobati kerinduan akan suasana di Baitullah. Suatu hal yang rasanya begitu jauh, tiba-tiba bisa kita wujudkan hanya dengan menggunakan metaverse, virtual reality.Ya, memang tidak akan sama rasanya, namun cukup menghibur kan?
Jika orang dewasa saja bisa begitu menikmati kemudahan
menjelajah dunia dengan menggunakan metaverse, apalagi anak-anak usia sekolah.
Mereka terlahir dengan kemudahan teknologi dalam genggaman. Dunia virtual bisa
begitu nyaman untuk mereka jalani.
Bagaimana perkembangan meteverse bagi anak usia sekolah
menurut kacamata psikologi? Berikut wawancara penulis dengan seorang psikolog
yang concern dalam dunia pendidikan, Lita Edia. Beliau mengatakan perkembangan teknologi informasi itu Ok.
“Kita tidak bisa menahan teknologi dan itu akan mengubah
kehidupan kita. Selama pandemi, keberadaan internet sangat membantu proses
belajar siswa dengan adanya sistem daring. Bagaimana pun, kita tidak bisa
membalikkan jaman, tetapi kita bisa menyesuaikan diri.”
|
Anak usia sekolah saat ini merupakan digital native yang perlu pendampingan ortu. (Foto : Pixabay)
|
Bagaimana sikap orang tua terhadap kebutuhan anak-anak
terhadap dunia virtual metaverse?
Psikolog cantik yang juga menjabat sebagai direktur di
sebuah lembaga pendidikan bergengsi di Depok, Amal Mulia, ini juga menunjukkan
dukungannya.
“Orang tua juga perlu men-suport ketika gaya hidup anak
berubah, karena mereka digital native. Terkadang ada orang tua yang anti dan
terlalu takut, terus melarang anak.
Sementara, dunia (anak) mereka memang seperti itu teknologinya.”
Apakah anak akan berubah menjadi ansos (anti sosial)?
“Tergantung. Apakah anak bermain sendiri atau chatt bersama
teman-temannya, belajar kelompok dan kegiatan bersama lainnya.”
Menurutnya, ada beberapa indikator anak aman bermetaverse,
yaitu :
1.
Merespon panggilan orang tua atau orang di rumah
2.
Tugas harian diri berjalan, seperti : mandi, makan, sholat, dsb
3.
Tugas harian di keluarga berjalan, contohnya : mencuci piring, menyapu lantai, dsb
4.
Menjalin komunikasi yang aktif dan baik dengan keluarga
Akan tetapi jika anak terlihat ogah-ogahan berkumpul bersama keluarga, sudah seperti orang asing dalam
keluarga, tidak ada interaksi dan tidak peduli dengan urusan dalam rumah, itu
pertanda bahaya. Jika sudah seperti ini, aturan
pemberian gawai ke anak pun perlu diperhatikan. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Contoh untuk anak usia sekolah, kita bisa memberikan nomer
hape dengan catatan, hape masih menjadi milik orang tua dan orang tua berada
dalam kelas-kelas yang diikuti anaknya. Dengan demikian anak tidak tersisih
dari perkembangan teknologi, tetap bisa berinteraksi, namun juga tetap dalam pemantauan orang
tua.
Kuncinya adalah adanya aturan yang ditetapkan orang tua dan
pengawasan orang tua terhadap penggunaan gawai. Jangan lupa, konsisten saat memberikan aturan pada anak. Tanpa adanya konsistensi, semuanya hanya akan menjadi ambyar. Sia-sia.
Mungkin sudah saatnya kita mengurangi kadar kekhawatiran, agar anak-anak bisa
menikmati keseruan dunia virtual metaverse, tanpa menyalahgunakan kepercayaan
yang diberikan orang tua demi masa depannya. Sekali lagi, kita
tidak bisa menahan kemajuan teknologi, namun kita bisa beradaptasi dengan
kehadiran metaverse.
Selamat mendampingi buah hati kesayangan menikmati keseruan bermetaverse.