Rahasia Untuk Sisi
Oleh : Liza P ArjantoMata Sisi membulat. Ditatapnya wajah Rio yang tersenyum penuh rahasia. Ah, abangnya ini memang selalu menimbulkan rasa penasaran Sisi.
"Jadi, Kak Rio... kita mau kemana nih?" tanya Sisi tak sabar.
"Sisi sudah bawa barang-barang yang kakak minta?" Rio balik bertanya.
Sisi mengangguk seraya mengacungkan keranjang kecil yang sejak tadi dibawanya.
"Sisi sudah minta izin sama Bunda?" tanya Rio lagi.
Sisi kembali menganggukkan kepalanya. Tadi sebelum menyuruhnya mengambil keranjang, abangnya itu mengatakan, bahwa kali ini mereka akan berpetualang. Melakukan sesuatu yang istimewa untuk orang yang istimewa, begitu ujar abangnya.
Bagi Sisi apapun yang dilakukan Rio selalu istimewa di matanya. Melakukan petualangan bersama abangnya selalu menjadi bagian yang paling menyenangkan bagi Sisi.
Sisi ingat baru seminggu lalu, mereka berpetualang. Menyusuri petak-petak sawah di belakang komplek perumahan. Sawah itu baru saja dipanen. Meninggalkan lapangan-lapangan tanah yang luas dan merekah. Di sana-sini sisa-sisa rumpun padi yang kuning tampak rebah dan layu. Tampak juga beberapa gunungan sisa pembakaran jerami yang menghitam.
Tapi ini bukan jalan menuju sawah, pikir Sisi bingung. Kaki mungilnya berusaha mengikuti langkah-langkah besar abangnya.
"Sabarlah, Sisi. Sebentar lagi kita sampai kok," ujar Kak Rio sambil menoleh ke arah Sisi.
Jalan setapak itu terasa panjang dan menurun. Sisi menggenggam erat tangan abangnya. Tiba-tiba di hadapan mereka terbentang tanah lapang yang luas.
"Lihaaaat..." Kak Rio menunjuk ke atas. Sisi menatap takjub ke arah yang ditunjuk Rio. Belum pernah seumur hidup ia menyaksikan pemandangan luar biasa seperti itu.
" Itu parasut udara, Sisi, " ujar Kak Rio sambil menunjuk ke arah payung raksasa berwarna-warni yang bergerak turun menuju sebuah titik di tengah lapang.
"Itu ada orangnya, Kak!" seru Sisi takjub. Kak Rio mengangguk dan berkata,"orang itu disebut juga penerjun payung, Sisi."
Sisi melihat penerjun payung itu mendarat di tepat di tengah lapang yang diberi karpet berwarna kuning. Agak jauh dari pusat pendaratan, banyak sekali orang-orang yang berkumpul dan menyaksikan peristiwa itu.
"Yuk, ke sana," ajak Kak Rio.
Sisi mengangguk dan mengikuti langkah abangnya. Namun tiba-tiba saja langkahnya berhenti.
" Sssst, Kak Rio, lihaaaat..." Sisi berbisik pelan.
Matanya menyorotkan rasa heran dan senang yang muncul begitu saja. Seperti kemunculan kelinci mungil berbulu lebat yang berlari kecil mengikuti langkah-langkah mereka, tanpa rasa takut sedikit pun.
Sisi berjongkok ke arah kelinci itu. Dan bertanya penuh harap, "boleh kubawa pulang, Kak?"
Kelinci itu sungguh menggemaskan.
"Awasss...! Di situ banyak semut api ...!" seru Kak Rio mengagetkan Sisi dan membuat kelinci itu ketakutan, lalu melesat kabur.
"Sudahlah, Sisi, jangan sedih, " hibur Kak Rio. " Bukankah kita akan melihat penerjun payung itu? Ada kejutan untukmu."
"Untuk Sisi?" Sisi merasa bingung.
"Ya. Tapi sebelum kita sampai ke sana, petiklah beberapa bunga yang indah itu. Dan letakkan di keranjangmu itu." Kak Rio tersenyum penuh rahasia.
*
"Kak Rio, lihaaat... Itu kan Bunda?" seru Sisi terkejut. Sisi menunjuk ke arah bundanya yang tampak melambaikan tangan ke arahnya di antara para penonton di lapangan itu.
Sisi menghampiri bundanya dan bertanya heran." Kok Bunda ada di sini?"
Bunda tersenyum, lalu berbisik di telinganya, " Karena ini hari yang istimewa untukmu. Cobalah lihat ke atas. Itu hadiah dari Ayah."
Sisi mendongak ke atas. Pada salah satu tangan penerjun itu, ada kain panjang bertuliskan : "Selamat Ultah, Sisi."
Selesai
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)