Langsung ke konten utama

Ratna Indah Kurniawati, Jangan Ada Kusta di Antara Kita

 

Ratna Indah Kurniawati, jangan ada kusta di antara kita (foto : dok. Ratna Indah) 

Tak seorang pun ingin mengalami penyakit kusta. Penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium Leprae ini tidak hanya bisa menyebabkan penyitasnya mengalami cacat tubuh, melainkan juga menghancurkan rasa percaya diri dan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang normal sebagai manusia.

Sayangnya, penyakit kusta ini banyak menyerang  negara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Dari data Kementrian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan bahwa masih ada 14 provinsi di Indonesia yang belum berhasil melakukan eliminasi kusta. Di Jawa Timur, misalnya, jumlah kasus kusta baru pada tahun 2012 mencapai angka 4.807 jiwa.

Tingginya angka tersebut salah satunya adalah dikarenakan pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan sanitasi atau kesehatan lingkungan, juga pengabaian masyarakat terhadap gejala awal penyakit kusta.

Bercak pada kulit merupakan gejala awal kusta yang kerap diabaikan. (Foto : dok. Ratna Indah) 


Hal ini dituturkan oleh pakar kesehatan kulit Fakultas Kedokteran UGM, Prof HardyantoSoebono, Sp.KK(K) kepada Liputan Berita Universitas Gajah Mada (26/1/2015), “Kebanyakan datang sudah terlambat, mengalami kecacatan maupun kelumpuhan syaraf. Mereka tidak tahu kalau terkena lepra. Dikira hanya kurap atau panu saja.”

Pada tahap awal kusta memang hanya ditandai dengan munculnya kelainan warna kulit, lalu kulit akan mengalami penonjolan, mati rasa dan mudah terluka, namun tidak mengalami rasa sakit. Pada kondisi lanjut, penyitas kusta bisa mengalami cacat anggota tubuh tanpa mengalami rasa sakit.

Kondisi ini terasa mengerikan, ditambah minimnya informasi yang sampai kepada masyarakat. Sebagai tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Grati Pasuruan,  Ratna Indah Kurniawati,  amat memahami stigma buruk dan penolakan masyarakat terhadap penyitas kusta.

“Meski penyebaran kusta melalui pernapasan, namun penularan kusta mengalami masa inkubasi selama 2 tahun. Tergantung daya tahan tubuh. Jika gejala awal langsung diobati, maka penyitas kusta sudah dinyatakan aman.”ujarnya dalam sebuah wawancara di stasiun TV swasta.

Namun, tidak mudah mengubah stigma buruk yang sudah terlanjur melekat di masyarakat. Penyitas kusta tetap dianggap bagian yang harus disingkirkan keberadaannya di tengah masyarakat.

Jangan Ada Kusta di Antara Kita

Ratna Indah Kurniawati mengobati dan memberdayakan penyitas kusta (dok. Ratna Indah) 


Berawal dari rasa prihatin melihat penolakan masyarakat terhadap penyitas kusta, pengucilan keluarga, juga hilangnya rasa percaya diri yang dialami penyitas kusta, membuat Ratna bertekad untuk mengubah kondisi tersebut.

Ratna tidak hanya memberikan penyuluhan kepada masyarakat, baik untuk mencegah, mengenali gejala dini serta mengobati pasien kusta. Ia pun memberikan motivasi, pendampingan, serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri melalui komunitas Kelompok Perawatan Diri (KPD) yang dibentuknya.

Kegiatan ini tidak berjalan mulus tentunya. Penolakan demi penolakan dialami saat memperjuangkan hak penyitas kusta agar dapat kembali ke tengah masyarakat. Penolakan dari masyarakat terlihat jelas saat Ratna menggunakan fasilitas umum untuk mengadakan pertemuan.  

Penolakan juga datang dari penyitas kusta sendiri, yang sudah terlanjur kehilangan rasa percaya diri. Sikap masyarakat dan stigma yang melekat, membuat mereka malu untuk kembali berbaur. Mereka merasa tidak memiliki nilai di tengah masyarakat.  

Penolakan paling berat bagi Ratna, adalah saat suaminya sendiri, Miftahul Ulum, memintanya memilih antara pekerjaan (sebagai tenaga kesehatan yang bertugas mendampingi penyitas kusta) atau keluarga (karena mengkhawatirkan dua buah hati mereka).

Ratna Indah Kurniawati memberikan informasi kepada masyarakat dalam berbagai kesempatan. (Foto. Dok. Ratna Indah) 


Tanpa mengenal lelah, perempuan kelahiran 23 April 1980 ini melakukan pendekatan dari rumah ke rumah. Juga melalui pengajian dan pertemuan desa, untuk memberikan informasi yang benar tentang kusta yang harus mereka ketahui. Termasuk kepada keluarga dan suaminya sendiri.

Kesabarannya ini membuahkan hasil. Ratna mendapatkan dukungan penuh dari suami untuk tetap berkiprah dan memberikan pendampingan. Bahkan tak segan memberikan fasilitas pendukung agar penyitas kusta dapat kembali bangkit, baik secara mental, maupun ekonomi.

Berdaya secara ekonomi  dan sosial

Ratna Indah Kurniawati, tak lelah mengedukasi masyarakat  tentang penyakit kusta (Foto: dok. Ratna Indah) 


Tingginya angka penyitas kusta di wilayah Grati Pasuruan, menimbulkan masalah tersendiri jika tidak diberikan jalan untuk berdaya. Tercatat pada tahun 2010 saja sebanyak 400 pasien kusta yang ia tangani. Tidak cukup hanya melalui mendampingan untuk mengembalikan kesehatan fisik dan mental, melainkan harus diberi kesempatan untuk berdaya.

Ibu dari dua anak ini pun kemudian memberikan berbagai macam pelatihan. Dari 400 pasien kusta, ada 50 orang yang sudah mentas dan diberdayakan. Mulai dari menjahit, menyulam, ternak jangkrik, ternak ayam, dan kambing.


Bahkan, kini, ada beberapa mantan penderita kusta yang mandiri secara ekonomi dan memiliki mini pom bensin di beberapa tempat.

Kegigihan Ratna memperjuangkan hak penyitas kusta agar berdaya di masyarakat,  mendapat perhatian dari berbagai pihak. Hingga berbagai dukungan datang untuk membantu proses pemberdayaan ini.

Keinginan Ratna sangat sederhana, ia hanya ingin tak ada kusta di antara kita. Agar masyarakat tumbuh dan berkembang dengan iklim yang yang saling mendukung dan berdaya tanpa ada stigma buruk yang membayangi masyarakat.

Maka amat pantas jika Ratna mendapatkan penghargaan bergengsi sebagai Penerima Semangat ASTRA Terpadu Untuk (SATU) Indonesia 2011.

Semangat Ratna, untuk menciptakan hari-hari yang indah, hingga tak ada kusta di antara kita.


Referensi :

https://ugm.ac.id/id/berita/9668-kenali-kusta-sejak-dini/












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akademia LEAD by IndiHome, Solusi Untuk Anak Yang Hobi Game Online

Pentingnya pengasuhan anak agar cerdas bergame online (Foto : Pixabay) Dear Mom, pusing nggak sih melihat anak-anak nge-game online melulu? Sepertinya ini problem yang dimiliki hampir semua orang tua yang memiliki anak usia sekolah. Persoalan ini makin rumit karena pada akhir-akhir ini sistem pembelajaran jarak jauh kembali diberlakukan di beberapa wilayah. Berdalih untuk memudahkan proses belajar, anak-anak memiliki keleluasaan untuk berlama-lama menggunakan gawai. Terlebih jika tersedia jaringan internet cepat di rumah, oh, tentu membuat anak-anak senang menghabiskan waktu untuk bergame ria. Dengan catatan, hal itu terjadi jika orang tua tidak peduli dengan kegiatan anaknya selama di rumah. Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbincang dengan seorang teman, seorang ibu yang berprofesi sebagai   praktisi pendidikan, Lita Edia. Beliau mengatakan, bahwa kita tidak bisa menahan kemajuan teknologi yang mengubah kehidupan kita. Kita tidak bisa membalikkan zaman, tetapi kita bisa m

Cerahkan Desember Dengan Satu Klik, Bikin Semua Lebih Asyik

  Aplikasi terbaru myIndiHome, memudahkan pengguna internet (Foto : Fixabay) Desember tahun ini diawali dengan banyak peristiwa heboh yang menguras emosi dan menimbulkan kesedihan mendalam. Dari kasus bunuh diri seorang mahasiswi di samping kuburan ayahnya yang melibatkan seorang oknum polisi. Kasus yang akhirnya terungkap akibat kegaduhan netizen di media sosial. Sayangnya, keadilan tidak bisa menyelamatkan korban yang telanjur putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya. Kesedihan di dunia maya belum sepenuhnya hilang, disusul peristiwa meletusnya gunung tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru. Terlalu mengejutkan rasanya. Tidak ada yang bisa mencegah peristiwa alam sehebat gunung meletus, hanya saja kita masih bisa berdoa, semoga erupsi gunung ini tidak terlalu banyak memakan korban jiwa, dan masyarakat bisa segera pulih dan beraktivitas seperti biasa. Tentunya ini memerlukan bantuan dan dukungan semua pihak. Selain peristiwa di atas, ada satu peristiwa yang cukup mempengaruhi

Faiz, Anak Down Syndrome yang Berbakat Jadi Model Cilik.

  Menjadi model dalam balutan beskap produk khas Lelaki Kecil Saya tidak pernah menyangka, Faiz, putra ke-3 Mbak Sri Rahayu akan tumbuh sehat, ceria, penuh percaya diri dan menggemaskan, seperti yang tampak dalam foto-foto yang kerap diunggah ibunya ke media sosial. Saya bahkan hampir tak percaya, ia bisa bertahan sampai sebesar ini, dan baik-baik saja. Mengingat awal kelahirannya yang penuh drama dan air mata. Riwayat kelahiran dengan jantungnya yang bocor saja sudah cukup memukul perasaan, ditambah dengan kenyataan pahit, Faiz didiagnosa Down Syndrome. Entah berapa banyak teman-teman kecil seperjuangannya yang telah berpulang. Namun, Faiz tetap bertahan. Untuk lebih lengkapnya, yuk, mengenal Faiz, model cilik lewat penuturan Sri Rahayu, Sang Bunda. Wanita berhijab ini adalah seorang penulis, blogger dan vlogger yang cukup lama berkecimpung di dunia maya.   Sosok Faiz yang rapuh di awal kelahiran (doc Bunda Faiz) Awal Kelahiran Yang Penuh Ujian Hari itu, 11 Januari 2018, hari yang tak