Anjani Sekar Arum, melestarikan budaya melalui batik (Foto : Instagram anjanigaleribatik) |
Indonesia kaya akan khasanah budaya dan warisan leluhur. Salah satunya adalah seni membatik. Batik sendiri merupakan seni dua dimensi yang lahir sebagai wujud ekspresi dari kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Karenanya, wajar, bila batik setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.
Sebagai seorang penggiat seni atau seniman, Anjani Sekar Arum ingin mengangkat citra Batik Bantengan dan melestarikan budaya agar tak hilang digerus jaman.
Bantengan sendiri merupakan salah satu budaya yang tumbuh sejak jaman Singasari, berupa seni olah tubuh pencak silat yang umumnya dipelajari masyarakat di sekitar lereng pegunungan Jawa, seperti Bromo, Tengger, Welirang, Arjuno, Anjasmoro, Kawirang, termasuk wilayah Batu.
Di Batu, budaya Bantengan tumbuh subur di daerah Bumiaji. Adapun sosok yang terus menghidupkan budaya Bantengan di tengah-tengah masyarakat adalah Agus Tubrun, ayah dari Anjani Sekar Arum.
Darah Seni Yang Mengalir
Hasil karya batik tulis di geleri milik Anjani (Foto : Instagram anjanibatikgaleri) |
Sebagai putri dari penggiat budaya dan seni, darah seni yang mengalir di nadinya begitu kental. Terutama seni lukis. Bakat ini menurun dari sang ayah dan pamannya juga dikenal sebagai pelukis, sementara neneknya adalah penari.
Anjani yang tumbuh dalam budaya seni yang kental, memilih meneruskan pendidikan di Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra di Universitas Negeri Malang. Semenjak menjadi mahasiswa ia selalu memasukkan budaya Bantengan ke dalam tugas-tugas karya seninya.
Ia yang tumbuh dan besar dalam budaya Bantengan, menjadikan Bantengan sebagai ciri khasnya dalam berkarya. Ia seolah-olah tak terpisahkan dari Bantengan. Hingga namanya dikenal sebagai Anjani Bantengan di lingkungan kampusnya.
Ia bahkan sengaja mempelajari secara khusus seni membatik di Solo dan Jogjakarta agar bisa lebih leluasa mengenalkan Bantengan ke berbagai lapisan masyarakat seluruh tanah air
Semangat Anjani mengenalkan Budaya Bantengan melalui seni batik semakin kuat sejak lulus dari bangku kuliah. Tahun 2014 ia pun mendirikan sanggar batik dan galeri dengan motif Bantengan, sebagai ciri khas sanggarnya. Berlokasi tak jauh dari alun-alun Kota Batu.
Pada pameran pertama yang diadakan secara sederhana, mengangkat tema khas batik tulis motif Bnatengan. Dalam pameran ini ia berhasil menjual seluruh karya seni membatiknya yang dikumpulkan sejak masih menjadi mahasiswa. Karya batiknya yang indah dengan motif Batik Bantengan didaulat sebagai batik khas Kota Batu oleh Dewanti
Rumpoko, istri dari Walikota Batu periode 2007-2017, Eddy Rumpoko.
Sanggar dan galeri ini terus berkembang, hingga pada tahun 2018, ia memindahkan sanggarnya ke lokasi yang lebih luas di desa Bumiaji. Perpindahan galeri Anjani dari pusat kota ke desa asal Bantengan, yaitu Bumiaji membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata di daerah tersebut.
Redupnya Wisata Petik Apel yang selama ini menjadi ikon di desa Bumiaji, mendapatkan angin segar dengan adanya galeri dan sanggar batik Bantengan milik Anjani. Mewakili budaya khas Kota Batu dalam wujud karya seni batik tulis.
Anjani pun tak segan-segan menularkan ilmu yang dimilikinya kepada generasi muda, khususnya anak-anak yang memiliki bakat dan keinginan untuk melestarikan budaya bangsa, khususnya Batik Bantengan.
Tahun 2017, Anjani bekerja sama dengan Dinas Pendidikan di Kota Batu, untuk mengenalkan Batik Bantengan ke sekolah-sekolah berakreditasi A dan terpilih untuk mengajarkan cara membuat batik dengan motif Bantengan.
Sanggar Batik Tulis Andhaka
Sanggar batik tulis Anjani (Foto : Instagram anjanibatik galeri) |
Rasa prihatin serta rasa takut Anjani akan hilangnya sebuah di budaya di masyarakat yang makin labil ini, membuatnya bertekad untuk melahirkan generasi penerus.
Ia tahu tantangan untuk mengenalkan dan melestarikan seni Batik Bantengan tidaklah mudah. Dibutuhkan kegigihan untuk tetap mempertahankan motif yang menjadi ciri khas Bantengan.
Ciri khas motif Batik Bantengan yaitu : kepala banteng, monyet, cemeti, bunga 7 rupa, dan alat kesenian.
Menurut Anjani, mengajari generasi muda merupakan salah satu cara untuk melestarikan budaya bangsa. Di samping itu, melalui sanggar ini, anak-anak yang belajar dan membuat Batik Bantengan mendapatkan tambahan penghasilan melalui hasil penjualan Batik Bantengan yang dibandrol dengan harga yang lumayan tinggi.
Karena yang dijual Anjani, bukanlah hanya sehelai kain batik bercorak, melainkan sebuah proses.
Meraih Penghargaan SATU Indonesia
Anjani Sekar Arum meraih penghargaan SATU Indonesia Award 2017 |
Upaya melestarikan budaya melalui sanggar batiknya, ternyata berimbas positif meningkatkan ekonomi para pembatik muda asuhannya.
Dari sekitar 58 pembatik anak yang tergabung, ada sekitar 45 anak yang rutin dan konsisten belajar membatik. Tiap bulan rata-rata menghasilkan 45 helai kain batik yang dipasarkan dengan kisaran harga 300-700 ribu rupiah.
Hal ini dikarenakan keuntungan penjualan batik hanya diserahkan 10% untuk sanggar. Itu pun digunakan untuk membeli pewarna, kain mori dan keperluan membatik, selebihnya menjadi milik pembatik anak itu sendiri.
Dengan bagi hasil yang sangat menguntungkan bagi pembatik anak di sanggarnya, membuat semangat untuk berkarya tumbuh dengan sendirinya. Harapan Anjani, anak-anak asuhannya kelak tumbuh menjadi duta Batik Bantengan hingga menembus mancanegara dan mampu berdiri sendiri.
Upaya Anjani meningkatkan perekonomian masyarakat dan melestarikan budaya di sekitarnya, khususnya anak-anak yang tergabung dalam sanggar batik tulis asuhannya mendapat apresiasi dari PT Astra Internasional di bidang kewirausahaan. Ia meraih penghargaan SATU Indonesia Award pada tahun 2017.
Meski tak ada keuntungan ekonomi untuk dirinya pribadi, namun Anjani mampu membawa perubahan ekonomi di sekitarnya. Ini merupakan kepuasan tersendiri bagi perempuan cantik yang juga berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah negeri.
Barakallah Anjani.....
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)