Langsung ke konten utama

GADO-GADO FEMINA, N0.49. 13-19 DES 2014 : Jangan Mau Kalah

Interaksi dengan anak-anak kerap menimbulkan sensasi sejuta rasa. Seperti permen nano-nano. Semua rasa berkumpul menjadi satu dalam sebentuk hati yang tak pernah bisa membenci. Tersebab, mereka-lah buah hati bagi kedua orangtuanya.










Jangan Mau Kalah

Oleh Liza P Arjanto

“Jangan mau kalah sama anak-anak.”  Demikian pesan ibuku dulu. Jangan mau kalah ini dalam prakteknya adalah jangan pernah takluk pada kebandelan anak. Jangan pernah menyerah pada tangisan anak. Dan seringkali diakhiri dengan ultimatum sebagai wujud hukuman.
Di antara semua anakku yang berjumlah enam orang, anak keduaku-lah yang paling sering menuai hukuman. Sayangnya, hukuman demi hukuman yang dijalaninya dengan konsekuen seringkali tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan.

Pertambahan usia tidak membuatnya semakin mengerti, mengapa sejumlah hukuman harus ia terima. Ia tidak juga memahami mengapa hukuman itu dijatuhkan atas dirinya. Alih-alih mengerti dan memahami, ia malah merasa dianaktirikan. Dan sebagai bentuk protesnya, ia pun semakin lihai memancing dan mengaduk-aduk emosi orangtuanya.
Seperti malam itu, ia kembali berhasil membuatku marah dengan sikap dan nada bicaranya yang menurutku kurang ajar dan tidak beretika. Dan sebagai bentuk hukuman, spontan saja aku mengatakan, bahwa besok ia tidak akan mendapat uang jajan. Jadi ia harus membawa minuman dan makanan untuk makan siangnya. Minta maafkah ia, karena telah membuatku marah? Oh, tentu saja, tidak. Malam itu aku tidur dengan perasaan kesal yang menggunung.
Dan apa yang terjadi keesokan harinya? Ia juga meminta maaf.  Jangankan membawa bekal untuk makan siang, anakku ini malah sarapan dengan porsi yang jauh lebih sedikit dari biasanya. Ia pun masa bodo dengan kemungkinan menderita kelaparan saat di sekolah.
“Sudah biasa lapar kok,” ujarnya tak acuh ketika aku mengingatkannya untuk membawa bekal makan siang.
Sikapnya ini jelas membuat aku semakin dongkol. Namun di balik rasa dongkol itu, rasa khawatir pun tidak jua mau hilang. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa pura-pura tidak tahu beratnya perjalanan yang harus ditempuhnya ke sekolah.  Sepertinya jarak 6 km bersepeda pulang-pergi dalam kondisi lapar dan tubuh letih bukanlah ide bagus. Semarah apapun seorang ibu, rasa khawatir akan dengan mudah melarutkannya.
Maka perang perang batin pun dimulai. Antara memberikan uang jajan atau membiarkannya menanggung akibat dari ulahnya. Antara keinginan untuk mengantarkan makanan dengan keinginan untuk tetap jadi pemenang dan membuatnya kelaparan hingga sore hari.
Tapi sungguhkah aku jadi pemenang dalam perselisihan itu? Bukankah pada hakikatnya, setiapkali memutuskan sebuah hukuman untuk anak, maka pada saat yang sama, orangtua pun menjadi pesakitan? Si anak merasa ‘sakit’ atas hukuman itu. Dan orangtua pun merasa ‘sakit’ karena harus belajar konsisten pada apa yang telah diputuskan?
Setelah pergulatan batin yang menguras emosi. Akhirnya, aku pun memilih untuk mengalah. Membuang seluruh egoku. Membuang jauh-jauh keinginan untuk menang. Mungkin benar, aku telah pilih kasih. Mungkin benar aku tidak konsisten dengan hukuman yang telah kuucapkan.
Namun dengan mengantarkan sendiri  makanan dan minuman ke sekolahnya. Menempuh jarak lumayan jauh dengan sengatan matahari yang menyengat, aku berharap anakku itu memahami satu hal. Bahwa, setiapkali ia mengayuh sepedanya untuk pulang, ada sebentuk hati yang selalu mencintainya tanpa syarat. Aku hanya ingin ia menyadari, bahwa ia dicintai.
Tahukah, ternyata, membuat anak merasa dicintai,  kadangkala lebih memberi dampak positif pada anak. Sekalipun aku tetap tidak memberinya uang jajan, namun makanan dan minuman yang kuantar sendiri pada saat yang tepat, membuatnya merasa berharga. Dan ia menunjukkannya lewat sikapnya yang berubah menjadi lebih baik.
Tamat

 

Komentar

  1. Makasiii dah berbagi cerita yang hangat..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih juga sudah mampir dan meninggalkan jejak. Nuhun yaaa

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)

Postingan populer dari blog ini

Akademia LEAD by IndiHome, Solusi Untuk Anak Yang Hobi Game Online

Pentingnya pengasuhan anak agar cerdas bergame online (Foto : Pixabay) Dear Mom, pusing nggak sih melihat anak-anak nge-game online melulu? Sepertinya ini problem yang dimiliki hampir semua orang tua yang memiliki anak usia sekolah. Persoalan ini makin rumit karena pada akhir-akhir ini sistem pembelajaran jarak jauh kembali diberlakukan di beberapa wilayah. Berdalih untuk memudahkan proses belajar, anak-anak memiliki keleluasaan untuk berlama-lama menggunakan gawai. Terlebih jika tersedia jaringan internet cepat di rumah, oh, tentu membuat anak-anak senang menghabiskan waktu untuk bergame ria. Dengan catatan, hal itu terjadi jika orang tua tidak peduli dengan kegiatan anaknya selama di rumah. Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbincang dengan seorang teman, seorang ibu yang berprofesi sebagai   praktisi pendidikan, Lita Edia. Beliau mengatakan, bahwa kita tidak bisa menahan kemajuan teknologi yang mengubah kehidupan kita. Kita tidak bisa membalikkan zaman, tetapi kita bisa m

Cerahkan Desember Dengan Satu Klik, Bikin Semua Lebih Asyik

  Aplikasi terbaru myIndiHome, memudahkan pengguna internet (Foto : Fixabay) Desember tahun ini diawali dengan banyak peristiwa heboh yang menguras emosi dan menimbulkan kesedihan mendalam. Dari kasus bunuh diri seorang mahasiswi di samping kuburan ayahnya yang melibatkan seorang oknum polisi. Kasus yang akhirnya terungkap akibat kegaduhan netizen di media sosial. Sayangnya, keadilan tidak bisa menyelamatkan korban yang telanjur putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya. Kesedihan di dunia maya belum sepenuhnya hilang, disusul peristiwa meletusnya gunung tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru. Terlalu mengejutkan rasanya. Tidak ada yang bisa mencegah peristiwa alam sehebat gunung meletus, hanya saja kita masih bisa berdoa, semoga erupsi gunung ini tidak terlalu banyak memakan korban jiwa, dan masyarakat bisa segera pulih dan beraktivitas seperti biasa. Tentunya ini memerlukan bantuan dan dukungan semua pihak. Selain peristiwa di atas, ada satu peristiwa yang cukup mempengaruhi

Faiz, Anak Down Syndrome yang Berbakat Jadi Model Cilik.

  Menjadi model dalam balutan beskap produk khas Lelaki Kecil Saya tidak pernah menyangka, Faiz, putra ke-3 Mbak Sri Rahayu akan tumbuh sehat, ceria, penuh percaya diri dan menggemaskan, seperti yang tampak dalam foto-foto yang kerap diunggah ibunya ke media sosial. Saya bahkan hampir tak percaya, ia bisa bertahan sampai sebesar ini, dan baik-baik saja. Mengingat awal kelahirannya yang penuh drama dan air mata. Riwayat kelahiran dengan jantungnya yang bocor saja sudah cukup memukul perasaan, ditambah dengan kenyataan pahit, Faiz didiagnosa Down Syndrome. Entah berapa banyak teman-teman kecil seperjuangannya yang telah berpulang. Namun, Faiz tetap bertahan. Untuk lebih lengkapnya, yuk, mengenal Faiz, model cilik lewat penuturan Sri Rahayu, Sang Bunda. Wanita berhijab ini adalah seorang penulis, blogger dan vlogger yang cukup lama berkecimpung di dunia maya.   Sosok Faiz yang rapuh di awal kelahiran (doc Bunda Faiz) Awal Kelahiran Yang Penuh Ujian Hari itu, 11 Januari 2018, hari yang tak