Justitia Avila Veda, pejuang keadilan bagi kekerasan seksual berbasis gender (Foto : IG @advokatgender) |
Bagi Justitia Avila Veda, 30 th, dunia hukum bukanlah hal yang baru. Sebagai seorang putri yang lahir dari pasangan
pengacara, yang kini berprofesi menjadi notaris, perihal hukum sudah menjadi
santapannya sehari-hari. Darah hukum mengalir deras di nadinya. Maka menjadi
sebuah kewajaran jika ia pun memilih kuliah di jurusan hukum .
Veda pun sangat menyadari
doa serta harapan kedua orang tuanya yang disematkan pada nama pertamanya, Justitia.
Yang memiliki makna keadilan. Ia pun ingin menjadikan namanya sebagai value
dan moral kompas dalam kehidupannya. Yang mempengaruhi bagaimana
cara ia mengambil keputusan, memperlakukan seseorang dan menghadapi sesuatu.
Lulusan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia ini mulai dikenal publik saat menawarkan bantuan
konsultasi kasus kekerasan seksual lewat di akun media sosialnya. Cuitannya di
Twitter Juni 2020 itu pun mendapat respon positif dan menjadi viral.
Ketertarikan Veda
terhadap issue perempuan, khususnya kelompok masyarakat marjinal, sudah muncul
sejak ia duduk di bangku kuliah. Sejak awat ia memilih hukum pidana sebagai jalan
studinya. Pada saat itu ia mulai menyadari ada yang salah dari pernyataan “semua
orang setara secara hukum”. Faktanya, tidak ada hukum yang benar-benar setara.
Selalu ada perbedaan kelas, baik karena aspek gender, ekonomi, maupun
disabilitas.
Fokus Pada Kasus Kekerasan Seksual Berbasis Gender
Seperti yang dikutip dari
KumparanNews, menurut Veda, tweet -nya itu berhasil membuka sebuah kotak
pandora terhadap berbagai macam jenis kekerasan seksual di tanah air. Mulai
dari pencabulan hingga pemerkosaan yang terjadi di institusi keagamaan maupun
sekolah.
Animo yang besar dari masyarakat
dan banyaknya aduan kasus kekerasan seksual yang diterima Veda, khususnya yang
berasal dari kelompok masyarakat marjinal, membuat Veda merasa prihatin dan
tergugah untuk bisa memberikan bantuan hukum yang lebih baik dan lebih luas.
Membentuk Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)
Pada bulan November 2020,
Veda memutuskan untuk membentuk badan konsultasi hukum secara kolektif yang
bersifat transparan, yang dinamakan Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender
(KAKG). Bantuan hukum ini terikat dalam kode etik profesi dan kode etik
advokat.
Meskipun merupakan
layanan hukum pro bono, KAKG memiliki visi
memberikan layanan hukum dari awal sampai akhir sampai selesai.
Veda mengakui penangan
kasus kekerasan seksual bisa dibilang berat. Adanya trauma dan ketidakberdayaan
yang dialami korban ketika mengalami peristiwa itu. Di samping itu, ada tantangan
lain berupa intimidasi terhadap korban saat hendak melaporkan kasus yang
dialaminya. Begitu juga dengan adanya stigma buruk yang kerap menimpa korban,
serta kemampuan mental dan finansial yang masih lemah.
Untuk memudahkan masyarakat
yang ingin mengajukan pengaduan, KAKG
menyediakan formular pengaduan dapat di akses melalui bio Instagram @advokatgender.
Sehingga tim KAKG dapat segera menindaklanjuti dan memberikan bantuan yang
diperlukan.
Untuk menunjukkan komitmennya
dalam mendampingi masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, KAKG membuka
layanan hotline beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat, dari pukul
08.00-18.00 WIB. Sementara untuk layanan email tersedia 24 setiap hari,
termasuk hari libur nasional.
Melalui @advokatgender memberikan infomasi dan tips |
Selain menyediakan
layanan hukum kepada korban kekerasan gender, melalui Instagram @advokatgender,
KAKG memberikan berbagai informasi dan tips untuk mencegah atau how to do apabila
telah terjadi kasus pelecehan atau tindak kekerasan.
KAKG membagi empat kelompok masyarakat marjinal yang menjadi prioritas penanganan kekerasan seksual, yaitu :
- Anak dan kelompok yang secara ekonomi termarjinalkan
- Kelompok minoritas gender dan minoritas
seksual
- Kelompok dengan kerentanan tertentu, seperti pengungsi
- Kelompok penyandang disabilitas
Sejak tahun 2020 hingga
2023, KAKG telah menerima 465 aduan, lebih dari setengahnya telah mendapatkan
pendampingan bantuan hukum. Yang menyedihkan, dari ratusan laporan yang masuk,
ada juga laporan kekerasan yang dialami anak-anak yang masih duduk Sekolah
Dasar (SD), bahkan Taman Kanak-kanak (TK).
Saat melakukan pendampingan,
Vega menegaskan bahwa tugas pengacara adalah memberikan informasi, baik sisi
positif maupun negatifnya. Kemudian memberikan saran/nasihat kepada korban,
bukan untuk mengambil Keputusan.
Karena Veda sangat
memahami bahwa rasa keadilan itu bersifat personal. Keadilan bagi seseorang
belum tentu juga adil bagi yang lain. Artinya keadilan merupakan konsep yang
tidak memiliki standar.
“Keadilan buat orang lain
bisa jadi adil dengan melihat pelakunya di penjara. Keadilan bagi orang lain
bisa juga dengan pelakunya membayar ganti rugi, atau keadilan juga dengan
pelakunya dihukum mati,” ujarnya seperti yang dikutip dalam sebuah wawancara
bersama Kumparan.
Meraih Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022
Perjuangan Veda, baik
sebagai advokat maupun pemimpin yang berhasil menciptakan perubahan nyata, bagi korban kekerasan berbasis gender, mengantarkannya
pada penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia tahun 2022 dari
PT Astra International Tbk.
Apresiasi yang diterima advokat
muda yang meraih gelar Master of Laws
((LL.M) di University of Chicago Law
School pada tahun 2022 ini, merasa mendapatkan validasi atas semua perjuangan
yang dilakukannya bersama tim. Selain merasa dihargai, Veda juga mengakui
apresiasi dari PT Astra ini meningkatkan perhatian dan kepercayaan publik
hingga ke daerah-daerah.
Terima kasih Justitia Avila Veda, sudah menjadi salah satu jalan bagi tegaknya keadilan bagi kaum marjinal. Terus semangat ya...
Referensi :
Instagram @advokatgender
https://m.kumparan.com/kumparannews/keadilan-bukan-sekadar-nama-kisah-justitia-avila-veda-melawan-kekerasan-seksual-21DDTXz25Cm/4