Rabu, 30 Oktober 2024

Justitia Avila Veda, Pejuang Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual Berbasis Gender

 

Justitia Avila Veda, pejuang keadilan bagi kekerasan seksual berbasis gender
(Foto : IG @advokatgender)

Bagi Justitia Avila Veda, 30 th, dunia hukum bukanlah hal yang baru. Sebagai seorang putri yang lahir dari pasangan pengacara, yang kini berprofesi menjadi notaris, perihal hukum sudah menjadi santapannya sehari-hari. Darah hukum mengalir deras di nadinya. Maka menjadi sebuah kewajaran jika ia pun memilih kuliah di jurusan hukum .

Veda pun sangat menyadari doa serta harapan kedua orang tuanya yang disematkan pada nama pertamanya, Justitia. Yang memiliki makna keadilan. Ia pun ingin menjadikan namanya sebagai value dan  moral kompas dalam kehidupannya. Yang mempengaruhi bagaimana cara ia mengambil keputusan, memperlakukan seseorang dan menghadapi sesuatu.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mulai dikenal publik saat menawarkan bantuan konsultasi kasus kekerasan seksual lewat di akun media sosialnya. Cuitannya di Twitter Juni 2020 itu pun mendapat respon positif dan menjadi viral.

Ketertarikan Veda terhadap issue perempuan, khususnya kelompok masyarakat marjinal, sudah muncul sejak ia duduk di bangku kuliah. Sejak awat ia memilih hukum pidana sebagai jalan studinya. Pada saat itu ia mulai menyadari ada yang salah dari pernyataan “semua orang setara secara hukum”. Faktanya, tidak ada hukum yang benar-benar setara. Selalu ada perbedaan kelas, baik karena aspek gender, ekonomi, maupun disabilitas.

Fokus Pada Kasus Kekerasan Seksual Berbasis Gender

Berjuang bersama KAKG ( Foto : IG @advokatgender)

Kekerasan seksual memang selalu menjadi issue yang sensitif. Kebanyakan para korban maupun pihak keluarga memilih untuk bungkam, apalagi bila berkaitan dengan masalah ekonomi. Tawaran Veda, menjadi angin segar yang membawa harapan baru bagi para korban yang selama ini terabaikan, hidup dalam ketakutan  dan  trauma yang mendalam.

Seperti yang dikutip dari KumparanNews, menurut Veda, tweet -nya itu berhasil membuka sebuah kotak pandora terhadap berbagai macam jenis kekerasan seksual di tanah air. Mulai dari pencabulan hingga pemerkosaan yang terjadi di institusi keagamaan maupun sekolah.

Animo yang besar dari masyarakat dan banyaknya aduan kasus kekerasan seksual yang diterima Veda, khususnya yang berasal dari kelompok masyarakat marjinal, membuat Veda merasa prihatin dan tergugah untuk bisa memberikan bantuan hukum yang lebih baik dan lebih luas.

Membentuk Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG)

Pada bulan November 2020, Veda memutuskan untuk membentuk badan konsultasi hukum secara kolektif yang bersifat transparan, yang dinamakan Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender (KAKG). Bantuan hukum ini terikat dalam kode etik profesi dan kode etik advokat.

Meskipun merupakan layanan hukum pro bono, KAKG memiliki visi memberikan layanan hukum dari awal sampai akhir sampai selesai.

Veda mengakui penangan kasus kekerasan seksual bisa dibilang berat. Adanya trauma dan ketidakberdayaan yang dialami korban ketika mengalami peristiwa itu. Di samping itu, ada tantangan lain berupa intimidasi terhadap korban saat hendak melaporkan kasus yang dialaminya. Begitu juga dengan adanya stigma buruk yang kerap menimpa korban, serta kemampuan mental dan finansial yang masih lemah.

Untuk memudahkan masyarakat yang ingin mengajukan  pengaduan, KAKG menyediakan formular pengaduan dapat di akses melalui bio Instagram @advokatgender. Sehingga tim KAKG dapat segera menindaklanjuti dan memberikan bantuan yang diperlukan.

Untuk menunjukkan komitmennya dalam mendampingi masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, KAKG membuka layanan hotline beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat, dari pukul 08.00-18.00 WIB. Sementara untuk layanan email tersedia 24 setiap hari, termasuk hari libur nasional.

Melalui @advokatgender memberikan infomasi dan tips

Selain menyediakan layanan hukum kepada korban kekerasan gender, melalui Instagram @advokatgender, KAKG memberikan berbagai informasi dan tips untuk mencegah atau how to do apabila telah terjadi kasus pelecehan atau tindak kekerasan.

KAKG membagi empat kelompok masyarakat marjinal yang menjadi prioritas penanganan kekerasan seksual, yaitu :

  • Anak dan kelompok yang secara ekonomi termarjinalkan
  • Kelompok minoritas gender dan minoritas seksual
  • Kelompok dengan kerentanan tertentu, seperti pengungsi
  • Kelompok penyandang disabilitas

Sejak tahun 2020 hingga 2023, KAKG telah menerima 465 aduan, lebih dari setengahnya telah mendapatkan pendampingan bantuan hukum. Yang menyedihkan, dari ratusan laporan yang masuk, ada juga laporan kekerasan yang dialami anak-anak yang masih duduk Sekolah Dasar (SD), bahkan Taman Kanak-kanak (TK).

Saat melakukan pendampingan, Vega menegaskan bahwa tugas pengacara adalah memberikan informasi, baik sisi positif maupun negatifnya. Kemudian memberikan saran/nasihat kepada korban, bukan untuk mengambil Keputusan.

Karena Veda sangat memahami bahwa rasa keadilan itu bersifat personal. Keadilan bagi seseorang belum tentu juga adil bagi yang lain. Artinya keadilan merupakan konsep yang tidak memiliki standar.

“Keadilan buat orang lain bisa jadi adil dengan melihat pelakunya di penjara. Keadilan bagi orang lain bisa juga dengan pelakunya membayar ganti rugi, atau keadilan juga dengan pelakunya dihukum mati,” ujarnya seperti yang dikutip dalam sebuah wawancara bersama Kumparan.

Meraih Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022

Meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2022 (Foto : IG @advokatgender)

Perjuangan Veda, baik sebagai advokat maupun pemimpin yang berhasil menciptakan perubahan nyata, bagi korban kekerasan berbasis gender, mengantarkannya pada penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia tahun 2022 dari PT Astra International Tbk.

Apresiasi yang diterima advokat muda  yang meraih gelar Master of Laws ((LL.M)  di University of Chicago Law School pada tahun 2022 ini, merasa mendapatkan validasi atas semua perjuangan yang dilakukannya bersama tim. Selain merasa dihargai, Veda juga mengakui apresiasi dari PT Astra ini meningkatkan perhatian dan kepercayaan publik hingga ke daerah-daerah.

Terima kasih Justitia Avila Veda, sudah menjadi salah satu jalan bagi tegaknya keadilan bagi kaum marjinal. Terus semangat ya...


Referensi : 

Instagram @advokatgender

https://m.kumparan.com/kumparannews/keadilan-bukan-sekadar-nama-kisah-justitia-avila-veda-melawan-kekerasan-seksual-21DDTXz25Cm/4 

Senin, 28 Oktober 2024

Siti Salamah, Mengolah Sampah Meningkatkan Kualitas Para Pemulung

 

Siti Salamah, Mengolah sampah meningkatkan kualitas para pemulung (Foto: Dok. SATU Indonesia)

Sampah selalu menjadi persoalan klasik hampir  di semua daerah. Tumpukan sampah menjadi pemandangan yang tak asing kita dijumpai. Tingginya penggunaan plastik menjadi salah satu pemicu menggunungnya sampah di tempat-tempat penampungan sampah.

Dari Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2023 mencatat timbunan sampah di 367 kabupaten/kota se-Indonesia sebanyak 38,3 juta ton/tahun. Penanganan sampah per kabupaten/kota hanya 48% atau sekitar 18,4 juta ton/tahun. Sampah tidak terkelola sebanyak 14,7 juta ton/tahun. Bandingkan dengan tahun 2022, sampah yang belum terkelola ‘hanya’ 7,2 ton/tahun.  Miris ya…

Siti Salamah, salah satu aktivis sosial yang resah melihat fenomena ini. Ia memikirkan bagaimana caranya mengurangi sampah, khususnya limbah plastik agar bumi bisa bernapas dengan baik. Karena, persoalan sampah bukan hanya masalah pemerintah, melainkan masalah bersama.

Faktanya, masyarakat seolah tak peduli dengan menggunungnya limbah plastik. Sedikit sekali anggota masyarakat yang peduli terhadap sampah plastik, dari yang sedikit itu, salah satunya adalah pemulung. Itu pun lebih karena faktor ekonomi.

Keprihatinannya kian menjadi saat menyadari keberadaan pemulung tidak pernah dihargai oleh masyarakat. Pemulung menjadi warga tersisih dalam lingkungan. Padahal menurutnya, aktifitas yang dilakukan pemulung sangat membantu dalam menangani membludaknya sampah-sampah plastik, baik yang ada di lingkungan perumahan, maupun di tempat penampungan sampah.

Pemulung memilah sampah plastik lalu memanfaatkan sampah tersebut dengan menjualnya ke pengepul untuk didaur ulang, sehingga menjadi bahan yang memiliki nilai manfaat bagi manusia. Aktivitas pemulung inilah yang membuat Siti Salamah menyematkan pemulung sebagai pahlawan yang tak terlihat.

Kepedulian Siti Salamah Terhadap Para Pemulung



Meningkatkan taraf hidup pemulung (Foto : FB Siti Salamah)

Sebagai perempuan yang tumbuh dengan rasa kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya, Siti Salamah ingin membantu para pemulung untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Maka, sejak tahun 2015, Siti aktif melalukan pembinaan-pembinaan kepada para pemulung di lingkungan sekitar tempat tinggalnya di Tangerang Selatan, Banten.

Dalam pembinaan tersebut Siti fokus pada masalah yang ada di kampung pemulung. Mulai dari masalah ekonomi, sosial dan pendidikan. Karena masalah tersebut tidak bisa dipisahkan, namun saling mempengaruhi satu sama lainnya.


Waste Solution Hub

Melakukan pembinaan kepada para pemulung (Foto : FB Siti Salamah)


Pada tahun 2018, Siti mulai membangun WasteHub (Waste Solution Hub) untuk lebih meningkatkan pemberdayaan pemulung dan pengelolaan lingkungan. WasteHub, yang digagas Siti merupakan kewirausahaan  sosial yang berfokus pada pengelolaan sampah dan ekonomi sirkular di daerah urban, dengan pendekatan sistem teknologi terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak.

Dalam aktivitasnya Siti memberikan berbagai keterampilan yang dimilikinya, agar para pemulung  bisa meningkatkan nilai jual sampah plastik yang dikumpulkannya, dengan tidak menjual satu ke pengepul.

Selain itu, dengan keterampilan yang diajarkannya para pemulung binaannya bisa mengolah sampah plastik menjadi bahan baku untuk menghasilkan barang yang bermanfaat dan memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi. Untuk memudahkan pemasaran, Siti membantu memperluas jaringan para pemulung.

Selain meningkatkan taraf hidup, Siti juga membantu meningkatkan pendidikan bagi anak-anak para pemulung, baik dengan pendidikan agama maupun  dengan memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak yang putus sekolah di kampung pemulung.

Produk daur ulang WasteHub ( Foto: FB Siti Salamah)


Melalui WasteHub langkah Siti Salamah semakin  mantap. Bersama pemulung binaannya, Siti mulai memberikan edukasi kepada warga sekitar untuk memilah sampah-sampah rumah tangga. Sampah yang sudah dipilah, dikumpulkan dan ditimbang untuk kemudian dijual. Hasilnya digunakan untuk kegiatan sosial yang ada dalam kegiatan lapak pemulung WasteHub.

Jangan salah, aktivitas warga yang sederhana ini, ketika pandemi lalu mampu menghasilkan 3000 paket sembako untuk dibagikan kepada para pemulung yang ada di Jabodetabek, bahkan hingga ke Pandeglang. Luar biasa, kan?


Meraih Penghargaan SATU Indonesia Awards 2021

Meraih penghargaan SATU Indonesia Awards Tahun 2021 (Foto : Dok. ASTRA)


Tidak mengherankan jika Siti dan kawan-kawan kemudian meraih penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2021 di bidang lingkungan dari PT. ASTRA International, yang selalu memberikan apresiasi kepada anak-anak muda yang gigih berjuang untuk memberikan kontribusi terbaik di tengah masyarakatnya.

Hingga saat ini lebih dari 171 sukarelawan turut berpartisipasi dalam WasteHub. Sudah memberdayakan  sebanyak 1.222 pemulung di wilayah Tangerang. Tidak sedikit dari pemulung itu yang dijadikan pembicara dan mentor bagi para relawan komunitas yang ingin belajar memilah dan mengolah limbah sampah, dan dibayar secara professional.

Gerakan WasteHub dalam memberdayakan para pemulung ini akan terus digaungkan Siti. Agar target memiliki 10.000 pemulung  dan meningkatkan pendapatan pemulung sebesar 100%, serta mengelola 1.000 ton sampah per hari dapat terpenuhi.

Siti pun berharap, dengan WasteHub, target menghasilkan  lebih dari 1.000 produk daur ulang, dan mengembangkan 10 area pusat daur ulang di seluruh Indonesia.

Semangat, Siti. Semoga langkah kebaikan ini menciptakan beribu-ribu kebaikan lainnya.

 

 

Referensi :

https://sipsn.menlhk.go.id/sipnsn/

https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/penggerak-sistem-pengelolaan-sampah-terintegrasi-berbasis-teknologi/  

 





Jumat, 25 Oktober 2024

Priska Yeniriatno, Memberdayakan Masyarakat Melalui Batik Singkawang

 


Memberdayakan masyarakat melalui batik Singkawang (Foto
 

: Instagram Priska)

Batik Singkawang tak bisa dipisahkan dari sosok  Priska Yeniriatno. Perempuan inspiratif berusia 36 tahun ini merupakan pembatik yang tidak hanya berhasil mengenalkan ciri khas batik Singkawang ke dunia internasional, melainkan juga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya.

Rasa cinta kepada batiklah yang menggerakkan Priska untuk berbagi ilmu kepada masyarakat setempat, dengan tujuan melestarikan budaya bangsa, khususnya batik Singkawang, dan meningkatkan perekonomian daerah.

Priska dan Batik

Priska, berbagi ilmu, menularkan rasa cinta pada batik (Foto : Instagram Priska)

Seni membatik dipelajari Priska saat menjalani kuliah semester akhir di jurusan akutansi di  Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ia mempelajari cara membatik dari salah seorang kerabat ayahnya. Awalnya hanya untuk mengisi waktu senggang. Namun ternyata ia tidak hanya mempelajari tehnik membatik, melainkan  juga diajarkan tentang 'rasa', hal mana yang kemudian menumbuhkan kecintaannya terhadap batik.

Meski sempat bekerja secara formal selama dua tahun sebagai staf akunting di salah satu perusahaan swasta, namun rasa cintanya kepada batik tak kunjung padam, justru menumbuhkan kerinduan yang mendalam. Harapannya tumbuh ketika ada himbauan untuk mengenakan pakaian batik bagi pekerja kantoran dan anak sekolah. Ia menangkap momen itu untuk menata masa depannya.

Setelah mempertimbangkan dengan matang, Priska pun memilih resign dan mulai merintis bisnisnya. Dengan menggunakan tabungan yang dimiliki dan bantuan dari orangtuanya, Priska membeli sebuah rumah yang tak begitu besar di lokasi yang strategis.

Pada mulanya ia menjadikan rumahnya untuk tempat spa sekaligus galeri batik. Namun ternyata galeri batik yang dimilikinya lebih banyak menarik perhatian pengunjung, hingga ia memutuskan untuk menjadikan seluruh rumahnya sebagai sanggar batik.

Di sanggar batik Priska selain bisa memilih dan membeli kain batik yang sudah jadi, pengunjung juga bisa melihat proses kreatif pembuatan batik Singkawang. Saat ini usaha batik yang dimilikinya bahkan menjadi tujuan wisata di Kota Singkawang, Kalimantan Barat.

Galeri Workshop Kote Singkawang

Bersama SMKN 1 Sambas (Foto : Instagram Priska)

Awal tahun 2013 Priska mengenalkan batik Singkawang, sejak itu permintaan pasar terus meningkat.  Menyadari keterbatasan pribadi, ia mulai merencanakan untuk merekrut tim.  Dengan terbentuknya tim dan bertambahnya sumber daya, ia berharap galeri miliknya mampu memenuhi permintaan pasar, sekaligus sebagai upaya melestarikan budaya bangsa, khususnya batik Singkawang.

Maka Priska pun mulai membentuk tim di tahun 2015, dan membentuk Galeri Workshop Kote Singkawang dan mulai memberikan pelatihan pada masyarakat. Fokusnya adalah memberdayakan pengangguran, anak-anak putus sekolah, orang-orang tersisih dari lingkungan sosial karena keluar dari penjara dan para ibu rumah tangga yang membutuhkan penghasilan tambahan.

Pelatihan di Lapas Singkawang ( Foto : Instagram Priska)

Dalam pelatihan itu, Priska tidak saja mengenalkan batik, melainkan juga harus mengajarkan proses pembuatan batik dari awal hingga akhir. Sayangnya, tidak semua yang belajar membatik akan langsung jatuh cinta dengan batik. Dari semula 28 orang yang dibina selama 4 bulan, yang mampu bertahan hingga akhir hanya 8 orang.

Untuk itu Priska terus menumbuhkan motivasi, harapan dan menumbuhkan mimpi-mimpi agar mereka bisa mengejar dan memenuhi kebutuhannya melalui kegiatan membatik. Hingga akhirnya menumbuhkan rasa cinta terhadap batik.

Kerja kerasnya dalam membina dan menularkan hobi membatik ini membuahkan hasil. Para pembatik yang ia latih mampu mengumpulkan pundi-pundi rupiah dan meningkatkan perekonomiannya dari hasil membatiknya. Selain itu para pembatik itu pun berproses jadi pelatih dan menularkan kecintaan terhadap seni membatik.

Meraih Penghargaan SATU Indonesia Awards 

 
Meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2017 tingkat Provinsi ( Foto : liputan6.com/Agustina Melani)

Dengan kiprahnya yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya, tidak mengherankan jika Priska terpilih untuk menerima apresiasi SATU Indonesia Awards dari PT ASTRA International tahun 2017 di bidang kewirausahaan.

Setelah mendapatkan apresiasi ASTRA, ia tak berhenti menggaungkan rasa cinta kepada batik Singkawang. Dengan membangun  kampung wisata batik di tiga penjuru, yaitu di Nyarumbkop, Sedau dan Cisadene.

Ketiga kampung batik ini pun berkembang menjadi destinasi wisata. Dengan menjadi tujuan wisata, Priska mampu memberdayakan dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Sebagai tujuan wisata, Friska juga menyediakan fasilitas bagi wisatawan yang berkunjung untuk melihat proses produksi batik, menyediakan kain batik siap jual sebagai oleh-oleh, dan menyediakan produk lainnya, seperti : anyaman, tenun, ukiran dan craft.

Ciri Khas Batik Singkawang

Motif Batik Singkawang ini terinspirasi dari rumah suku Dayak (Foto : Instagram Priska)

Setiap daerah penghasil batik biasanya memiliki motif khas daerah masing-masing. Motif ini biasanya diambil ciri khas flora dan fauna yang ada di daerah tersebut, atau bisa juga berdasarkan kebudayaan dan keistimewaan setempat.

Demikian juga dengan batik Kote Singkawang. Prika mengaplikasikan ciri khas Singkawang ke dalam motif batik yang dibuatnya. Seperti anggrek, kultur budaya setempat yang sarat dengan budaya Cina, Dayak dan Melayu. Maka tak heran jika batik Kote Singkawang memiliki corak yang kaya dan memikat.

Dengan motif yang unik dan sarat muatan lokalitas, perjalanan cinta Priska terhadap batik Singkawang semakin bersinar. Tak heran jika batik Singkawang mulai menembus kancah internasional. Berbagai penghargaan yang diraih Priska, menjadi bukti bahwa tak ada kerja keras yang sia-sia, jika didasarkan pada rasa cinta dan keinginan untuk melestarikannya.

Selasa, 22 Oktober 2024

Elvira Sari Dewi, Menyemai Asa Odapus Agar Tak Pupus Bersama Parahita

 

Elvira Sari Dewi, berjuang bersama lupus (Foto : Instagram Elvira)

Sungguh tidak mudah menerima kenyataan, saat hasil pemeriksaan medis yang dijalaninya menunjukkan, bahwa segala keluhan fisik yang dirasakannya merupakan gejala-gejala penyakit autoimun, Lupus. Dunianya sontak terasa runtuh. Dalam kondisi down, Elvira mempertanyakan, masihkah ada harapan untuknya di saat masa depan tampak begitu gelap.

Lupus atau Systemic Lupus Erythenatosus (SLE) merupakan salah satu jenis penyakit autoimun, yaitu kondisi tubuh dimana sistem kekebalan tubuh justru menyerang jaringannya sendiri. Di saat tubuh melemah, autoimun ini akan mengambil alih tubuh, yang menyebabkan tubuh menjadi lemah, sulit digerakkan, juga menimbulkan rasa sakit di sekujur tubuh.

Tidak semua penyitas lupus, atau disebut juga odapus (orang yang hidup dengan lupus), mengalami gejala yang sama. Secara umum odapus mengalami gejala yang berbeda satu sama lain. tergantung di bagian mana sistem kekebalan tubuhnya menyerang. Ada juga yang mengalami  pingsan berulang kali, pengentalan darah hingga mengalami serangan jantung, dan membahayakan kehamilan. Ada yang merasa seperti ditusuk-tusuk jarum, ada pula yang mengalami kelumpuhan sementara. 

Tak ada gejala yang muncul seperti umumnya penyakit yang lain, seperti demam, ataupun luka/memar. Rasa sakit ini akan hilang dengan sendirinya pada saat kondisi fisik menguat, baik dengan bantuan obat, atau saat pemicu munculnya autoimun dapat diatasi. Berbeda dengan penyakit autoimun lainnya, odapus dapat dilihat dengan munculnya ruam atau bintik-bintik yang menyebar di daerah sekitar pipi dan hidung, yang berbentuk seperti kupu-kupu.

Karena kehadirannya yang datang dan pergi tanpa tanda-tanda, kebanyakan odapus sering disalahpahami. Sebetulnya sih, hampir semua penyitas autoimun disalahpahami karena kondisi fisiknya yang berbeda. Mereka tidak boleh mengalami lelah yang berlebihan, tidak boleh stres, namun secara fisik seperti orang sehat. 

Maka tidak sedikit orang yang menganggap mereka manja, malas, suka pura-pura sakit, dan lain sebagainya. Padahal rasa sakit yang mereka rasakan begitu nyata.

Menerima Takdir Sebagai Odapus

Bersama Parahita memberi asa pada odapus (Foto : Instagram Elvira)

 

Sebagai odapus, Elvira pernah berada dalam kondisi terpuruk. Disaat dirinya bertanya-tanya, adakah masa depan baginya? Masihkah ia bisa melihat senyum di wajah orang-orang tercinta? Pada saat yang sama, ia hanya melihat tangisan di wajah kedua orangtuanya. Rasa tertekannya semakin menjadi-jadi.

Dari informasi yang diterimanya, penyakit ini akan terus menemaninya sepanjang hayat. Ia tak bisa melarikan diri dari kondisi ini. Mau tak mau ia harus berdamai dengan penyakit ini. Menerima takdirnya sebagai Odapus.

Beruntung ia bertemu dengan Parahita, sebuah yayasan yang menjadi wadah untuk saling suport bagi Odapus. Tempat dimana ia menemukan saudara-saudara baru, orang tua baru, yang penuh kasih sayang dan suport.

Bersama Parahita, wawasannya kian terbuka, bahwa ada banyak hal yang bisa dijalani sebagai odapus. Odapus bisa hidup secara normal, memiliki karir, dan baik-baik saja.  Selama bisa menghindari atau meminimalisir pemicu kambuhnya penyakit ini.

Apa saja yang harus dihindari Odapus?

Menyampaikan info penting dengan cara yang simpel dan menarik (Foto : Instagram Parahita)

 

Dalam banyak hal,  beberapa kondisi tak bisa diubah  odapus, yaitu rasa sakit teramat – dalam sebuah caption di instagramnya, Elvira menyebutkan rasa sakit yang dialaminya seperti habis berlari dikejar binatang buas, lalu terjatuh dan terkilir – amat menyakitkan. 

Namun kondisi tersebut tetap mengundang ketidakpahaman orang-orang di sekitar. Banyak yang beranggapan rasa sakit itu hanyalah pura-pura, akibat rasa malas, dsb.

Untuk mencegah kambuhnya penyakit ini, hal-hal berikut harus dihindari oleh odapus, khususnya dan penyitas autoimun lainnya pada umumnya. Yaitu :

  • Aktivitas merokok
  • Terpapar asap rokok orang lain
  • Paparan sinar matahari berlebih
  • Terlalu capek fisik
  • Stres berkepanjangan

Aktif Dalam Kegiatan Masyarakat

Menari, menyanyi bersama sebagai upaya mengurangi rasa sakit (Foto: Instagram Parahita)

Merasakan sendiri beratnya perjuangan menjadi odapus dan pentingnya suport bagi mereka membuat Elvira bertekad untuk memberikan dukungan terbaik bagi sesama odapus.

Lulusan Fasttrack-Double Degree S1-S2 di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan menjadi dosen tetap di Program Studi Sarjana Keperawatan FKUB Malang ini aktif dalam penelitian dan pengabdian masyarakat di Kelompok Kajian Lupus, Autoimun, Reumatik, dan Alergi (LAURA). 

Dengan mendalami ilmu kesehatan yang berkaitan dengan penyakit autoimun, khususnya, Lupus, Elvira bisa lebih melebarkan sayapnya dalam menolong sesama. Ia pun membuktikan, menjadi odapus bukan akhir dari segalanya. 

Saat ini Elvira Sari Dewi juga dikenal sebagai Ketua Umum Yayasan Kupu Parahita Indonesia. Yayasan yang lahir pada tanggal 26 Juli 2008 ini, merupakan wujud rasa peduli terhadap para Odapus, khususnya yang berlokasi di Malang dan sekitarnya. Parahita sendiri diambil dari bahasa Sansekerta memiliki makna “Peduli terhadap sesama”. Parahira menjadi wadah yang bisa tetap menyalakan semangat para odapus agar tak pupus oleh lupus.

Bersama Parahita, Elvira terus berbagi semangat dan menginspirasi odapus agar tak kehilangan semangat juang dalam menjalani kehidupan dan berani bermimpi akan masa depan.

Berbagai informasi penting seputar lupus terus disampaikan, agar odapus kian memahami kondisi dirinya dan bisa mengambil tindakan yang efektif untuk menjaga dirinya agar tetap ‘sehat’ dan bisa menjalani aktifivitas dalam kesehariannya. 

Selain kerap menghadiri seminar. Parahita juga mengemas informasi mengenai lupus dengan penyampaian yang atraktif dan tidak membosankan, yaitu melalui video-video pendek yang menarik.

Meraih Penghargaan SATU Indonesia Awards dari PT Astra International, Tbk

Bersama Parahita, menyemai asa bagi odapus ( Foto : Instagram Elvira)

Dengan berbagai kegiatan yang diadakan Parahita,  ia membuka mata masyarakat tentang Lupus. Agar masyarakat semakin paham dan mengerti bagaimana cara menyikapi odapus dan membantu mereka agar bisa tetap bertahan di tengah rasa sakit yang terkadang begitu menekan. 

Kepedulian Elvira ini mengantarkannya untuk meraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2017 yang diberikan oleh PT Astra International, Tbk kepada anak-anak muda yang memiliki kepedulian dan kontribusi positif kepada masyarakat, baik di bidang pendidikan, kesehatan dan kewirausahaan.

Bersama Parahita, Elvira akan terus berjuang membersamai odapus. Memberikan kenyamanan dengan ketulusan sikap maupun aktivitas fisik menyenangkan, senam bersama. Juga memberikan bantuan yang dibutuhkan, seperti konsultasi atau obat-obatan. Serta menjaga nyala semangat odapus agar tak pupus oleh lupus. 

Selamat berjuang, Elvira. Tetap semangat menjadi insan terbaik, yang memberi manfaat seluas-luasnya bagi sesama. 

 

 

 

 

 

Museum Geologi Bandung, Wisata Edukasi Murah Meriah

Museum Geologi Bandung, wisata edukasi murah meriah (dok.pri) Liburan  paling asyik jika diisi dengan acara jalan-jalan bareng keluarga. Ngg...